Iklan |
Villa Part II |
Hal yang menanti dibalik pintu gerbang itu adalah- "Ladang bunga.." Itu adalah ladang bunga yang sangat indah. Tempat yang tidak akan terpikirkan ada ditengah hutan dipulau tanpa nama. Tidak terlihat adanya campur tangan manusia dalam penataan ladang bunga tersebut, namun itu justru membuat keindahan alam semakin menonjol. Pada saat itu, pria tua itu, Simon membuka mulutnya dan berucap. "Ini kali pertama aku melihatnya, tapi ini sungguh indah. Ladang bunga ini pasti yang disebut taman Yohanes.." "Oh? Kau tahu villa ini, Simon?" Johan yang mendengar ucapan Simon menjawabnya dengan kalimat tanya. Simon sepertinya mengetahui villa ini. Apakah ayah Silina, Mr. Domian memberi tahunya? "A-ah, ya." "Baguslah jika begitu Simon. Akan ada banyak pertanyaan dariku. Ceritakan semua yang kamu ketahui. Juga-" Pada saat itu, Yeri memotong ucapan Johan. Dia menggaruk kepalanya sembari berjalan kearah Johan. "Mari kita bicara nanti kak Johan, kita semua lelah.." "..kamu bisa beristirahat jika lelah, namun aku ingin mendengar cerita Simon sekarang." "Kamu..!" Yeri berteriak, memandang Johan dengan tatapan tajam. Tangan kanannya bergerak, mencengkram keras kerah jas Johan. Saat itu juga, seseorang yang ada dibelakang Johan berjalan maju memegang tangan kanan Yeri. Seseorang itu berkepala botak, berkulit hitam, dengan tinggi sekitar dua meter. Dia tidak pernah berbicara apapun selama perjalanan dan selalu berada didekat Johan. Jimmy mendengar Johan menyebutnya dengan nama Ahmad. "Biarkan saja dia, Ahmad." Johan berucap dengan santai. Dia bahkan tersenyum sinis. Jimmy ingat bagaimana Johan dan Yeri bertengkar pada saat perjalanan. Jimmy ingat saat Johan memperkenalkan Ahmad sebagai mantan anggota pasukan khusus dan dia bertugas khusus untuk melindungi Johan. Juga, Jimmy ingat bagaimana Yeri membalas ucapan Johan saat itu dengan menyebutkan bahwa Ahmad melalaikan tugasnya dan melanggar perintah sehingga dia menjadi kriminal di negaranya dan itu akan menjadi boomerang suatu saat nanti, atau begitulah ucapan Yeri saat itu. Pada situasi seperti ini, Jimmy melihat kearah Ruth, kepala penjaga perjalanan ini. Ruth tidak terlihat akan melerai pertengkaran yang terjadi didepan matanya. Hal ini sama seperti bagaimana sebelumnya dimana Ruth hanya diam saja saat Johan dan Yeri berselisih selama perjalanan. "M-Mari kita tenang!" Simon adalah orang yang selalu melerai Yeri dan Johan. Simon membuka mulutnya dan berucap. "Itu benar bahwa pria tua ini juga lelah. Saya takut jika cerita saya akan berantakan. Sebaiknya kita istirahat sejenak. Kita akan makan siang dan saya akan menceritakan semua yang saya ketahui setelah kita semua makan." Jimmy setuju dengan usulan Simon. Mereka tiba dipulau ini sekitar pukul sepuluh pagi. Akan tetapi, setelah perjalanan menuju villa yang menguras banyak energi dan meskipun, jam masih menunjukan pukul sebelas siang, adalah suatu hal normal jika mereka memulai makan siang sekarang. Bekal untuk makan siang dibungkus rapi dari kapal sampai ke villa ini. "Hum, baiklah.. Kita akan mendengarkan cerita Simon setelah makan siang bersama-sama. Apa kau setuju Yeri?" Johan berucap sembari menepis perlahan tangan kanan Yeri yang mencengkram erat kerah jasnya. Yeri yang melihat hal itu, membuang mukanya seolah tidak ingin melihat Johan. Seketika itu juga, Ahmad kembali keposisinya dengan berdiri dibelakang Johan. Pada saat itu, Ruth yang selama ini hanya diam membuka mulutnya untuk berbicara. "Jika begitu, aku perlu meminjam Simon. Aku harus memeriksa keamanan seluruh villa terlebih dahulu sebelum kalian bisa memasukinya." Ruth memandang Silina, Yeri, dan Johan saat dia berbicara. Keamanan adalah suatu hal yang penting. Itu tidak dapat dipungkiri. Ruth lalu Kembali berbicara, "Aku tidak ingin mengatakannya, tapi aku sarankan kalian untuk makan siang dilokasi ini sampai aku dan orangku selesai-" """Tidak!""" Johan, Yeri, dan Silina berucap bersamaan. Eh? Silina? Jimmy merasa ini kali pertamanya dia melihat Silina berucap dengan nada tinggi. Johan menggelengkan kepalanya seolah saran itu adalah hal yang sangat bodoh. "Bagaimana bisa kita makan tidak dimeja makan? Kita bukan orang barbar. Kita perlu meja panjang lengkap dengan perlengkapan makan yang terbuat dari perak." Johan mengatakan itu seolah itu hal wajar. Bahkan Yeri dan Silina menyetujuinya. Bahkan Silina menyetujuinya?! Pada saat itu, ucapan ini dapat terdengar dengan jelas dipikiran Jimmy. 'Orang kaya itu sungguh merepotkan..' Ruth yang mendengar ucapan Johan tersenyum cerah. Dia lalu berucap dengan nada bangga. "Seperti yang kuharapkan dari anak Mr. Donian. Kalian tidak kehilangan etika bahkan ditempat seperti ini. Aku juga berpikiran sama. Uhum*, Baiklah aku akan mulai memeriksa dari ruangan makan dan sekitarnya agar ruangan itu dapat digunakan." Johan, Yeri, dan Silina menganggukan kepalanya. Meskipun Jimmy ingin berkata, 'Tunggu! Kau juga Ms. Ruth?! Apa hanya aku yang aneh disini?!' tapi dia menelan kata-katanya dan bersiap untuk menunggu dengan perutnya yang mulai mengetuk minta makan. * * * * Setelah penantian yang sia-sia itu, Jimmy tidak bisa melupakan betapa enak rasa makanan yang dimakan diatas meja panjang dengan perlengkepan makan perak itu. Tentu saja, hal itu bukan karena meja panjang, etika, atau perlengkapan perak, namun itu karena rasa laparnya. Jimmy juga tidak
bisa melupakan kejadian selanjutnya, sore itu, dimana dia menemukan Simon terbaring tidak
bergerak, dia mati dihadapannya.. Tidak ada suara senjata api, tidak ada benda tajam, tidak ada darah menetes keluar dari tubuh Simon-- dia terbunuh.. karena racun. |
![]() ![]() |